Menolak Miskin

Menolak Miskin

Belanja di App banyak untungnya:

Jakarta, CNBC Indonesia - Kekayaan menjadi aspek yang harus dikejar banyak orang agar tidak jatuh ke dalam jurang kemiskinan. Demikian yang dilakukan Raja Jawa dari Kesultanan Mangkunegaran, Solo, yakni Raja Mangkunegara IV.

Mangkunegara IV (berkuasa, 1853-1881) sebenarnya sudah kaya raya dari sistem feodalisme kerajaan. Namun, demi menambah kas kesultanan dan mencari sumber pendapatan baru, dia alih profesi sebagai pebisnis. Salah satu bisnis yang dilakoni adalah sewa-menyewa rumah. Alias menjadi bos kontrakan.

Daradjadi lewat tulisan berjudul "Melawan Kolonialisme Melalui Modernisasi" yang terhimpun dalam Urip Iku Urub: Untaian Persembahan 70 Tahun Peter Carey (2019) menyebut, Mangkunegara IV kala itu melihat ide bisnis potensial dari kebutuhan orang Belanda akan permintaan rumah.

Jika orang Jawa melihat rumah sebagai aset wajib dimiliki bagi setiap orang dewasa yang sudah berumah tangga, maka orang Belanda berkebalikannya. Selama di Jawa, mereka tidak mau memiliki rumah. Sebab, orang Belanda hanya tinggal sementara di tanah perantauan untuk mencari nafkah.

Alhasil, mereka lebih memilih untuk menyewa dibanding membeli rumah sekalipun mempunyai uang cukup. Toh, jika menyewa mereka tak perlu repot-repot memikirkan aset di Indonesia seandainya harus mendadak pulang kampung ke Eropa. Kerugian pun dapat diminimalisir.

Atas dasar ini, pria bernama asli Raden Mas Sudira tersebut mempunyai gagasan untuk mendirikan rumah-rumah sewa. Caranya dengan membeli tanah kosong dan menyulapnya menjadi perumahan modern.

"Beliau lalu membeli sebidang tanah di wilayah yang dikenal dengan nama Pendrikan. Tanah dibagi menjadi beberapa kavling dan di atasnya didirikan perumahan dengan bangunan bercorak modern," tulis Daradjadi.

Proses pembangunan selesai pada tahun 1874. Seperti sudah diduga, rumah-rumah milik Mangkunegara IV langsung dihuni oleh para penyewa yang mayoritas orang-orang Belanda atau Indo yang bekerja di Semarang.

Pada titik ini, sejarah kemudian mencatat Mangkunegara IV sebagai pengusaha properti pertama alias bos kontrakan pertama di Indonesia. Pria kelahiran 3 Maret 1811 ini menunjuk cucunya, Raden Mas Gondosunaryo, sebagai pengurus dan kolektor. Nantinya, Gondosunaryo akan berperan sebagai bapak kontrakan yang menagih uang hasil sewaan ke para penyewa.

Selain properti, Raja Jawa itu juga bisnis tambak ikan bandeng. Dia menyulap tanah kosong dan mendirikan kolam untuk disewakan ke para petani. Meski begitu, properti dan tambak ikan, hanyalah bisnis kecil yang dimiliki pria asal Solo itu.

Diketahui, bisnis utama Mangkunegara IV adalah gula. Sejarawan Wasino dalam Kapitalisme Bumiputera (2008) menyebut, dia mempunyai dua pabrik gula di Jawa yang bisa memproduksi ratusan ribu ton gula per tahun. Total keuntungan pun setara 1-1,5 ton emas. Jika dalam perhitungan masa kini, berarti keuntungan bisa setara Rp1 triliun.

Semua keuntungan bisnis lantas mencatatnya sebagai orang terkaya Indonesia pada abad ke-19. Ketika wafat, hartanya mencapai 25 juta gulden.

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Jakarta, CNBC Indonesia - Kekayaan menjadi aspek yang harus dikejar banyak orang agar tidak jatuh ke dalam jurang kemiskinan. Demikian yang dilakukan Raja Jawa dari Kesultanan Mangkunegaran, Solo, yakni Raja Mangkunegara IV.

Mangkunegara IV (berkuasa, 1853-1881) sebenarnya sudah kaya raya dari sistem feodalisme kerajaan. Namun, demi menambah kas kesultanan dan mencari sumber pendapatan baru, dia alih profesi sebagai pebisnis. Salah satu bisnis yang dilakoni adalah sewa-menyewa rumah. Alias menjadi bos kontrakan.

Daradjadi lewat tulisan berjudul "Melawan Kolonialisme Melalui Modernisasi" yang terhimpun dalam Urip Iku Urub: Untaian Persembahan 70 Tahun Peter Carey (2019) menyebut, Mangkunegara IV kala itu melihat ide bisnis potensial dari kebutuhan orang Belanda akan permintaan rumah.

Jika orang Jawa melihat rumah sebagai aset wajib dimiliki bagi setiap orang dewasa yang sudah berumah tangga, maka orang Belanda berkebalikannya. Selama di Jawa, mereka tidak mau memiliki rumah. Sebab, orang Belanda hanya tinggal sementara di tanah perantauan untuk mencari nafkah.

Alhasil, mereka lebih memilih untuk menyewa dibanding membeli rumah sekalipun mempunyai uang cukup. Toh, jika menyewa mereka tak perlu repot-repot memikirkan aset di Indonesia seandainya harus mendadak pulang kampung ke Eropa. Kerugian pun dapat diminimalisir.

Atas dasar ini, pria bernama asli Raden Mas Sudira tersebut mempunyai gagasan untuk mendirikan rumah-rumah sewa. Caranya dengan membeli tanah kosong dan menyulapnya menjadi perumahan modern.

"Beliau lalu membeli sebidang tanah di wilayah yang dikenal dengan nama Pendrikan. Tanah dibagi menjadi beberapa kavling dan di atasnya didirikan perumahan dengan bangunan bercorak modern," tulis Daradjadi.

Proses pembangunan selesai pada tahun 1874. Seperti sudah diduga, rumah-rumah milik Mangkunegara IV langsung dihuni oleh para penyewa yang mayoritas orang-orang Belanda atau Indo yang bekerja di Semarang.

Pada titik ini, sejarah kemudian mencatat Mangkunegara IV sebagai pengusaha properti pertama alias bos kontrakan pertama di Indonesia. Pria kelahiran 3 Maret 1811 ini menunjuk cucunya, Raden Mas Gondosunaryo, sebagai pengurus dan kolektor. Nantinya, Gondosunaryo akan berperan sebagai bapak kontrakan yang menagih uang hasil sewaan ke para penyewa.

Selain properti, Raja Jawa itu juga bisnis tambak ikan bandeng. Dia menyulap tanah kosong dan mendirikan kolam untuk disewakan ke para petani. Meski begitu, properti dan tambak ikan, hanyalah bisnis kecil yang dimiliki pria asal Solo itu.

Diketahui, bisnis utama Mangkunegara IV adalah gula. Sejarawan Wasino dalam Kapitalisme Bumiputera (2008) menyebut, dia mempunyai dua pabrik gula di Jawa yang bisa memproduksi ratusan ribu ton gula per tahun. Total keuntungan pun setara 1-1,5 ton emas. Jika dalam perhitungan masa kini, berarti keuntungan bisa setara Rp1 triliun.

Semua keuntungan bisnis lantas mencatatnya sebagai orang terkaya Indonesia pada abad ke-19. Ketika wafat, hartanya mencapai 25 juta gulden.

Saksikan video di bawah ini: