Mayapada Tower, Ground Floor - 3rd Floor
Jl. Jend. Sudirman Kav. 28
Jakarta 12920 - Indonesia
Phone : (021) 521-2288, 521-2300
Fax : (021) 521-1985, 521-1995
Reuters : MAYA, Telex : 65019 MAYA IA
E-mail : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank di jajaran KBMI II, atau bank yang masuk kelompok modal inti lebih dari Rp 6 triliun sampai Rp 14 triliun menunjukkan optimismenya dapat mencapai target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2023 sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang telah ditetapkan di awal.
PT BPD Jawa Barat Banten Tbk (Bank BJB) misalnya, optimisme bank ini tidak berubah untuk mencapai target pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2023 di kisaran 9%-11%.
"Untuk target bisnis sesuai rencana bisnis masih on track, kami melihat bisnis terus bertumbuh, termasuk di kuartal terakhir tahun ini, sesuai guidance kami 9%-11% YoY," kata Yuddy Renaldi, Direktur Utama Bank BJB kepada Kontan belum lama ini.
Optimisme tersebut dapat dilihat dari laporan keuangan Bank BJB per Agustus 2023, dimana penyaluran kredit tercatat sudah mencapai Rp 114,94 triliun, atau tumbuh 10,6% YoY dari Rp 103,90 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Bunga Deposito Siap Menyusul?
Yuddy menyebut melihat perkembangan dan potensi pertumbuhan kredit yang ada tersebut pihaknya memproyeksikan target dapat dapat tercapai hingga akhir tahun.
Adapun secara absolut nominal, Yuddy menyebut segmen konsumer dan korporasi menjadi kontributor terbesar untuk pertumbuhan kredit Bank BJB. Meski begitu dirinya mengatakan kredit segmen korporasi pertumbuhannya tidak seoptimis proyeksi mereka di awal tahun.
"Ini karena berbagai kondisi makro juga memperhatikan kondisi kas yang masih cukup besar dimiliki oleh korporasi untuk mendukung aktivitas operasional dan modal kerjanya, juga suku bunga yang masih tinggi saat ini," kata Yuddy.
Di sisi lain, Yuddy melihat kredit segmen KPR masih memiliki permintaannya cukup tinggi, terutama untuk kredit rumah subsidi.
Lebih lanjut, Yuddy bilang segmen konsumer dan ritel juga pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal pertama 2023, sehingga ke depan akan mampu membantu dalam pencapaian target pertumbuhan kredit di akhir tahun 2023.
Senada, PT Bank KB Bukopin Tbk juga optimis untuk mencapai pertumbuhan positif dalam penyaluran kredit hingga akhir tahun 2023. Wakil Direktur Utama Bank KB Bukopin Robby Mondong mengatakan pihaknya terus mengupayakan ekspansi penyaluran kredit sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja bisnis bank.
"Kami melihat potensi yang besar dalam segmen wholesale (korporasi) sehingga saat ini, segmen ini menjadi fokus kami sambil tetap mendukung pertumbuhan segmen small medium enterprise (SME) dan ritel," kata Robby kepada Kontan, Senin (23/10).
Robby menyebut dengan strategi tersebut, pihaknya percaya bahwa target pertumbuhan kredit sekitar 5%-6% YoY dapat tercapai hingga akhir tahun, dan akan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi Bank KB Bukopin yang berkelanjutan di masa mendatang.
Baca Juga: BI Perpanjang Insentif DP 0% Untuk KPR, Begini Respons Perbankan
Meski tidak menyebut rincian berapa besar kredit yang sudah disalurkan hingga Agustus/September, namun Robby bilang capaian perseroan hingga saat ini menunjukkan perkembangan positif.
"Pada semester pertama tahun 2023, kami mencatat pertumbuhan kredit baru yang signifikan, meningkat hingga 40% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya," katanya.
Segmen korporasi atau wholesale banking menjadi salah satu penopang pertumbuhan kredit yang signifikan di Bank KB Bukopin hingga saat ini.
Adapun strategi Bank KB Bukopin untuk mencapai target pertumbuhan kredit sesuai RBB, yakni dengan berfokus pada segmen korporasi atau wholesale terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh cross-selling dengan penyaluran kredit pada segmen SME dan ritel.
Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Tendi Mahadi
Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan perubahan klasifikasi bank dari bank umum kegiatan usaha (BUKU) menjadi kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) tidak mewajibkan penyesuaian modal inti menjadi Rp 6 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana mengatakan, aturan modal inti minimum perbankan yang akan berlaku tetap Rp 3 triliun. Modal minimal ini wajib dipenuhi pada tahun 2022 dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) diberi kelonggaran hingga tahun 2024.
"Pengelompokan KBMI ini sebetulnya hanya untuk kepentingan prudensial OJK, lebih ke dalam. Aturan modal inti tetap Rp 3 triliun. Kalau dalam perkembangannya sangat cepat maka bank akan secara alamiah tambah modal karena digitalisasi butuh teknologi dan teknologi membutuhkan modal," jelas Heru dalam paparan virtual, Senin (23/8).
OJK telah melakukan redefinisi pengelompokan Bank Umum dari sebelumnya BUKU menjadi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI). Hal tersebut terdapat dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum.
Kelompok KBMI 1 memiliki modal inti sampai dengan Rp 6 triliun, KBMI 2 punya modal inti di atas Rp 6 triliun sampai dengan Rp14 triliun; KBMI 3 modal inti dari Rp14 triliun sampai dengan Rp 70 triliun, dan KBMI 4 modal intinya di atas Rp 70 triliun.
Baca Juga: Investor asing masih berburu bank di Indonesia
Heru juga menegaskan, tidak ada bank yang turun atau naik kelas terkait dengan pengelompokan baru tersebut.
Dulunya, pengelompokan bank dilakukan berdasarkan BUKU dengan tujuan mendorong konsolidasi. Bank BUKU I dibatasi dalam membuat produk yang berkaitan dengan digital dengan harapan bank mau menambah modal agar naik BUKU.
Namun dalam perkembangannya, tujuan OJK tersebut tidak tercapai. Oleh karena itu, OJK memutuskan untuk melakukan perubahan dengan KBMI yang tujuannya agar dapat membuat klaster bank itu menjadi lebih tepat sehingga modal inti itu tidak terlalu jauh antara bank satu dan bank lain.
"Ini sebetulnya hanya untuk kepentingan prudensial OJK, lebih ke dalam, untuk kepentingan bagaimana kita membuat klastering lebih tepat antara bank-bank yang modal intinya sangat-sangat jauh, keperluan statistik dan ketepatan pengelompokkan bank sesuai peer-nya," kata dia.
Selain itu, pengelompokkan baru ini juga bertujuan untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan secara efektif dan pengawasan yang lebih efisien.
Adapun angka-angka pengelompokan baru tersebut sudah melaui kajian akademis dan menyesuaikan dengan best practice di negara lain.
"Pengelompokan ini betul-betul kami siapkan, kami kaji sangat panjang, sehingga kami akhirnya mengeluarkan angka-angka seperti itu," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk Editor: Herlina Kartika Dewi
Bank punya peranan yang sangat krusial pada masyarakat modern. Dari tahun ke tahun, bank terus mengalami perkembangan dan perubahan. Karena itu, memperhatikan perkembangan dan performa bank yang ada di Indonesia, serta pengaruhnya pada industri keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mengubah pengelompokan bank. Semula dinamakan BUKU (Bank Umum Kegiatan Usaha), kini diubah menjadi KBMI (Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti).
Apa sebenarnya perbedaan dari perubahan nama pengelompokan ini? Dan kenapa harus diubah? Tentu ada alasannya. Biar lebih jelas, berikut ulasanya.
Pada dasarnya pengelompokan ini sama. Yaitu berlaku untuk semua bank umum reguler, bank umum yang menjalankan aktivitas dengan prinsip syariah, dan Kantor Cabang Bank Luar Negeri. Bedanya adalah ketentuan modal inti bank pada BUKU jumlahnya lebih rendah. Sementara untuk KBMI, OJK sebagai lembaga yang berwenang menetapkan modal inti lebih tinggi.
BUKU dulunya ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada saat itu, Bank Indonesialah yang memiliki kewenangan sebagai lembaga yang bertindak selaku regulator dalam industri keuangan. Salah satunya tentu termasuk perbankan. Tapi saat ini, regulator sektor keuangan sudah didelegasikan pada OJK. Sehingga pengelompokan KBMI yang baru ini menjadi kewenangan OJK.
BUKU merupakan pengelompokan yang dibuat sebelum masa pandemi. Sementara dengan kondisi terbaru saat ini, perlu diadakan pembaruan. Berkembangnya teknologi digital yang begitu pesat, ditambah perkembangan industri keuangan tentu menuntut OJK sebagai regulator untuk membuat kebijakan baru yang lebih kompatibel dengan situasi terkini.
Apa yang Diatur dalam BUKU dan KBMI?
Pada dasarnya dalam BUKU dan KBMI berisi peraturan mengenai kegiatan usaha perbankan secara konvensional maupun syariah. Di dalamnya melingkupi aturan tentang pendirian bank, aturan proses bisnis, jaringan kantor, layanan digital, dan pendirian bank digital. Bahkan diatur pula sampai ke cara mengakhiri usaha perbankan.
Hanya saja, di dalam KBMI isinya lebih modern untuk memenuhi tuntutan jaman dan kondisi yang dialami dunia saat ini. Perkembangan digital menuntut berbagai aktivitas keuangan digital untuk semakin aktif memperbaiki diri. Konsumen ingin dilayani dengan lebih cepat dan mudah lewat layanan digital.
Lewat KBMI, OJK juga mengatakan adanya proses yang lebih sederhana untuk perizinan mendirikan bank dan memperluas jaringan kantor. Layanan digital yang ditingkatkan sangat dibutuhkan, bahkan diprioritaskan. Ini dinilai sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing yang sehat antar bank.
Konsumen akan memilih bank dengan pelayanan yang cepat, aman, dan memadai. Sehingga tiap bank akan berusaha sebaik mungkin untuk hadir dengan pelayanan digital yang terbaik bagi konsumen. Dengan begitu, OJK mengharapkan akan terjadi perubahan yang lebih cepat dari pihak bank dan sektor perbankan pun bisa bergerak maju.
Pengelompokan Bank dalam BUKU
BUKU mengelompokkan bank berdasarkan modal inti menjadi 4 bagian yaitu:
Kelompok ini merupakan lembaga perbankan dengan modal inti yang paling rendah tepatnya kurang atau sampai dengan Rp 1 triliun. Kegiatan bank yang termasuk kategori BUKU 1 ini terbatas pada penghimpunan dana, penyaluran dana, pembiayaan perdagangan, penyertaan modal sementara untuk menyelamatkan kredit, dan perdagangan valuta asing.
Ada beberapa kegiatan yang dibatasi. Misalnya sistem electronic banking yang sangat terbatas. Untuk kerja sama dan bermitra dengan pihak lain juga cukup dibatasi.
Kelompok ini adalah bank yang memiliki modal inti mulai dari Rp 1 triliun sampai Rp 5 triliun. Kegiatan yang boleh dilakukan bank di kategori ini antara lain adalah penghimpunan dan penyaluran dana, pembiayaan perdagangan, bermitra dan bekerja sama dengan pihak luar, electronic banking yang lebih luas, perdagangan valuta asing, serta penyertaan modal.
Kelompok ini adalah bank dengan modal inti mulai dari Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun. Cakupan kegiatan yang boleh dilakukan adalah semua yang bisa dilakukan oleh bank di kategori BUKU 1 dan BUKU 2. Bank BUKU 3 sudah diperbolehkan memiliki kegiatan di tingkat mancanegara, tapi masih sebatas benua Asia saja.
Terakhir ada kategori BUKU 4 di mana di dalamnya termasuk bank yang modal intinya adalah Rp 30 triliun ke atas. bank yang ada di kategori ini bisa memiliki kegiatan mancanegara. Hanya saja, cakupannya tentu lebih luas jika dibandingkan dengan bank yang ada di kategori BUKU 3.
Pengelompokan Bank dalam KBMI
Sementara itu, pengelompokan bank dalam KBMI juga dilakukan berdasarkan modal inti. Hanya saja jumlah modalnya lebih besar. OJK menetapkan modal harus dipenuhi oleh pihak perbankan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2022.
Sesuai dengan Peraturan OJK 12/2021, pembagian bank dalam KBMI terbagi menjadi 4 kategori. Keempatnya adalah sebagai berikut:
Kelompok ini merupakan bank yang memiliki modal inti sampai dengan Rp 6 triliun. Namun sebenarnya menurut OJK, modal yang diwajibkan dipenuhi hingga akhir tahun depan hanya Rp 3 triliun saja. Untuk Bank Pembangunan Daerah diberi kelonggaran untuk dipenuhi hingga 2024. Sementara bank lainnya di akhir 2022.
Kelompok yang kedua ini merupakan bank yang memiliki modal inti mulai dari Rp 6 triliun hingga Rp 14 triliun.
Pada kelompok yang ketiga, modal inti yang harus dipenuhi oleh bank mulai dari Rp 14 triliun hingga maksimal Rp 70 triliun.
Terakhir di kategori KBMI 4 adalah berbagai bank besar yang ada di tanah air yang memiliki modal inti senilai lebih dari 70 triliun.
Terlihat bahwa beda BUKU Bank vs KBMI terletak pada kekuatan modal inti. Kini bank harus memiliki modal inti lebih banyak dengan tujuan menyesuaikan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan modal inti lebih besar, jaminan keamanan yang diterima masyarakat jadi lebih baik.
Demikianlah artikel tentang perbedaan BUKU Bank vs KBMI, semoga bermanfaat bagi Anda semua.
ILUSTRASI. OJK mencatat pertumbuhan aset di industri perbankan nasional mencapai 5% secara tahunan/pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/0411/2021.
Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan aset di industri perbankan nasional mencapai 5% secara tahunan (year on year/yoy) dengan nilai total aset mencapai Rp 11.427,96 triliun pada tahun lalu per November 2023. Pertumbuhan aset tersebut sejalan dengan tren kenaikan penyaluran kredit perbankan yang sebesar 10,38% yoy pada tahun lalu.
Bank dengan kategori modal inti (KBMI) IV menjadi bank dengan penguasaan aset terbesar yakni dengan porsi aset 50% dari seluruh total aset di industri bank nasional dengan total nilai aset Rp 5.742,33 triliun.
Masing-masing bank di KBMI 4 bahkan telah mencatatkan total nilai aset di atas Rp 1.000 triliun di tahun lalu.
Baca Juga: The Fed Pertahankan Suku Bunga, Bagaimana Dampaknya Terhadap Pasar Kripto?
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi jawara dengan nilai aset terbesar secara konsolidasi yakni mencapai Rp 2.174,22 triliun atau tumbuh 9,11% yoy sepanjang tahun 2023. Sementara itu secara bank only, Bank Mandiri mencatat nilai aset Rp1.688,85 triliun atau tumbuh 6,93% yoy.
Di posisi kedua ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang secara konsolidasi mencatat nilai aset sebesar Rp 1,965 triliun, tumbuh 5,33% yoy. Namun jika melihat nilai total aset secara bank only, BRI justru menjadi jawaranya dengan total aset sebesar Rp1.835,24 triliun pada 2023 lalu atau tumbuh 4,81% yoy.
Selisih total aset Bank Mandiri dengan BRI secara konsolidasi terpaut cukup jauh yakni sekitar Rp209,22 triliun pada 2023, bahkan gap tersebut naik dari Rp 126,91 triliun di akhir 2022. Hal ini disebabkan berbagai hal, salah satunya pertumbuhan kredit Bank Mandiri yang lebih tinggi 16,3% dibandingkan BRI yang tumbuh 11,2% yoy, serta kontribusi dari anak usaha masing-masing perseroan.
Sejalan dengan itu para bankir optimistis pertumbuhan aset yang berkualitas akan sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit tahun 2024.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan didorong oleh perekonomian Indonesia yang bakal tumbuh dengan baik di 2024, pihaknya menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 13%-15%, dengan strategi memperkuat kompetensi penyaluran kredit di segmen wholesale banking.
Sementara itu Direktur BRI Sunarso menyebut target kredit agresif di kisaran 11%-12% yoy dengan menyasar segmen pertumbuhan baru dari sektor ultra mikro.
Selanjutnya di posisi ketiga dengan total aset terbesar diisi oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai aset secara konsolidasi sebesar Rp 1.408 triliun, tumbuh 7,1% yoy. Sementara secara bank only nilai aset BCA sebesar Rp 1.370,87 triliun atau tumbuh 6,82%.
Adapun PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) berada di posisi keempat dengan total nilai aset Rp1.086,66 triliun atau tumbuh 5,52%, sementara secara bank only nilai aset BNI mencapai Rp 1.048,73 triliun atau tumbuh 5,13% yoy.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggaraini mengatakan tahun ini pihaknya bakal konsisten mendorong pertumbuhan kredit yang berkualitas untuk menjaga pertumbuhan aset bank yang berkualitas.
Baca Juga: Ini Bank-bank Paling Efisien di Indonesia
“BNI akan konsisten dalam membukukan pertumbuhan kredit yang berkualitas dari segmen konsumen, Corrporate dan UMKM sehingga kualitas aset akan sehat dalam jangka panjang,” kata Novita.
Sejalan dengan itu BNI menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 9% sampai 11% pada tahun 2024.
Untuk menjangkau lebih banyak debitur, BNI bakal memperluas digitalisasi sejalan dengan proses pengembangan bisnis dengan transaksi yang lebih Advannce.
“Transformasi cabang hingga peningkatan skala bisnis perusahaaan anak yang memungkinkan BNI memiliki proposisi nilai atau value proposition dan customer injection yang unggul,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Herlina Kartika Dewi